Koperasi di negeri kita ini tak ubahnya seperti boneka kristal yang  hanya elok untuk dipandang, tapi sangat rentan untuk dibuat mainan.  Sangat rentannya, sehingga prinsip dasar koperasi yang agung dan luhur  hanya dijadikan monumen dalam kaca tanpa mampu memberikan kemakmuran  bersama. Koperasi di dalam buku teks pelajaran sekolah disebut sebagai  soko guru ekonomi nasional, namun seperti kita lihat sekarang, ekonomi  nasional lebih mirip sebagai ekonomi kapitalis daripada ekonomi  koperasi. Penulis yakin prinsip dasar yang ditanam oleh Bung Hatta lebih  dari 60 tahun yang lalu, bukan cuma untuk konsumsi pendidikan di  sekolah, tapi untuk diimplementasikan secara langsung di negeri kita.
Ketika penulis masih di bangku sekolah menengah pertama, penulis pernah  mendapatkan pelajaran “ekonomi dan koperasi” selama paling tidak 4  semester. Tapi seperti kebanyakan paradigma pengajaran saat itu,  pelajaran itu tak lebih dari sebuah hafalan saja. Penulis tak pernah  menyangka bahwa 18 tahun kemudian, penulis mendapat kesempatan untuk  memimpin koperasi pegawai di kantor tempat penulis bekerja. Koperasi  pegawai yang penulis pernah pimpin tergolong koperasi kecil dengan  jumlah anggota 53 orang dengan total modal hanya 61 juta. Tulisan ini  dimaksudkan untuk berbagi pengalaman mengenai cara pengelolaan koperasi  dari sudut pandang yang tidak konvensional dengan menggunakan teknologi  open source Linux. Mungkin saja bisa berguna bagi para pengurus koperasi  pegawai negeri atau koperasi jenis lainnya.
Saat itu tentu saja, penulis tak ingat lagi prinsip-prinsip dasar  koperasi yang pernah dipelajari dulu. Oleh karena itu hal pertama yang  penulis lakukan adalah membaca anggaran dasar dan anggaran rumah tangga  koperasi karena disitu disebutkan prinsip-prinsip dasar pengelolaan  koperasi. Diskusi dengan para pengurus terdahulu tidak banyak berguna  karena biasanya mereka cuma melanjutkan tradisi yang dilakukan oleh para  pengurus sebelumnya, dan sebelumnya dan sebelumnya, tanpa mampu  melakukan terobosan yang inovatif. Kondisi keuangan saat itu tergolong  tidak sehat, lebih dari sepertiga aset koperasi berupa piutang anggota,  dan lebih dari 70 persen nya tergolong kredit macet karena rata-rata  cicilannya mandek lebih dari 2 tahun. Aset lainnya berupa barang modal  di toko yang tidak akurat catatannya, karena sistem pencatatan dan  database yang tidak sistematis dan tidak mengadopsi prinsip database  modern. Terdapat banyak duplikasi data yang sulit dibedakan mana yang  benar dan mana yang salah. Alhasil data penjualan di unit toko menjadi  amburadul, penulis tidak bisa mengidentifikasi apakah penjualan pada  hari itu memang betul 100 ribu atau sebetulnya 175 ribu. Tidak ada cara  untuk bisa mengkonfirmasi mana nilai penjualan unit toko yang akurat  secara cepat dan nyaman.
Fakta-fakta berikut yang berhasil diidentifikasi oleh penulis dari karakteristik koperasi pegawai negeri pada umumnya :
Koperasi bagi kebanyakan anggota adalah sebagai tumpuan terakhir, the  last saviour. Seperti kondisi kebanyakan pegawai negeri, gaji hanya  cukup untuk sekitar 2 minggu pertama saja. Oleh karena itu jadilah  koperasi menjadi penyelamat dapur dalam 2 minggu terakhir. Anggota  membeli barang di toko koperasi dengan sistem kredit. Sistem di koperasi  penulis saat itu adalah tidak menerapkan bunga kepada kredit barang di  toko. Tentu saja hal ini sangat menolong para anggota untuk bisa  bertahan hidup dalam 2 minggu terakhir setiap bulannya. Selain unit  toko, unit yang umumnya dimiliki oleh koperasi pegawai negeri adalah  unit simpan pinjam. Tapi sebetulnya mungkin lebih cocok disebut sebagai  unit pinjaman karena pinjaman jauh lebih dominan daripada simpanan.  Dengan bunga yang jauh lebih rendah dan sistem peminjaman yang tidak  birokratis dan berbelit seperti di bank konvensional, unit pinjaman ini  menjadi pasangan yang akrab bagi kebanyakan anggota koperasi. Sehingga  tak heran koperasi pegawai negeri seperti menjadi aksesoris wajib di  setiap kantor pemerintah. Data dari situs Kementerian UKM pada tahun  2000 (sayangnya data setelah tahun 2000 tidak ditampilkan) menyebutkan  bahwa, jenis koperasi pegawai merupakan jenis paling populer (18.61  persen) dari 38 jenis koperasi yang dikenal di tanah air. Karena  perannya sebagai last saviour, makanya tak jarang pengurus tak kuasa  menolak pinjaman baru walau pinjaman lama anggota masih belum lunas. Tak  heran situasi keuangan koperasi banyak tak sehat karenanya.
Pengurus koperasi sudah pasti merupakan pegawai aktif sehingga tentu  saja waktu yang bisa tercurah untuk koperasi sangat sangat terbatas,  sedangkan di sisi lain, koperasi sebagai suatu entity bisnis tentunya  perlu manajemen untuk mengelola operasional harian. Idealnya tentu  membayar seorang manajer yang mampu bekerja penuh mengelola koperasi.  Tapi membayar seorang manajer tentu bukan ongkos murah, upah minimum  regional misalnya untuk daerah DKI Jakarta per tahun 2004 sebesar  671.550 rupiah, sehingga tentunya gaji seorang manajer koperasi paling  tidak harus sama atau lebih besar dari jumlah tersebut. Nah sekarang  kita lihat kinerja koperasi pegawai negeri kebanyakan apakah mampu  membayar manajer sebesar itu. Data pada tahun 2000 pada tabel berikut  ini diambil dari situs Kementerian UKM.
Tabel 1. Data koperasi pegawai negeri pada tahun 2000.
Deskripsi
Jumlah
Jumlah koperasi aktif 16.416
Jumlah anggota 2.937.802
Manajer 3.725
Karyawan 22.277
Modal sendiri Rp. 1.421.082.340.000,-
Modal luar Rp.    569.222.670.000,-
Volume usaha Rp. 2.740.738.230.000,-
SHU Rp.    217.190.970.000,-
Hal pertama yang bisa disimpulkan dari tabel di atas adalah hanya 22.7  persen koperasi yang mampu membayar seorang manajer. Sisa hasil usaha  (SHU) yang dibukukan merupakan laba bruto yang sudah dikurangi pajak,  kewajiban kepada pihak ketiga dan biaya operasional, yang didalamnya  termasuk untuk upah dan gaji. Melihat nilai SHU yang hanya sebesar 7,92  persen dari volume usaha, kita bisa memperkirakan bahwa belanja untuk  komponen upah dan gaji sudah pasti lebih kecil dari nilai tersebut. Kita  asumsikan saja nilainya maksimal sepertiga dari SHU, atau sekitar 2.64  persen dari volume usaha. Maka secara kasar diperkirakan komponen upah  dan gaji rata-rata sebesar 4,4 juta per tahun atau per bulannya sekitar  368 ribu rupiah. Jauh dibawah nilai UMR DKI. Fakta ini sejalan dengan  kesimpulan pertama kita bahwa mayoritas koperasi pegawai negeri memang  tidak mampu membayar manajer. Kalaupun memiliki pegawai, upahnya umumnya  dibawah UMR. Konsekuensinya adalah umumnya para pegawai yang diupah  dibawah UMR inilah yang “berperan sebagai manajer” karena para pengurus  terlalu sibuk dengan karir di kantornya masing-masing. Tentunya anda  bakal setuju dengan penulis bahwa kita tidak bisa berharap seseorang  yang kita upah dibawah UMR mampu mengelola koperasi dengan volume usaha  rata-rata 166.9 juta per tahun atau 13.9 juta per bulan secara jujur dan  transparan.
Pengurus tidak mendapatkan gaji rutin seperti halnya manajer. Menurut  anggaran dasar koperasi, pengurus hanya boleh mendapatkan imbalan yang  besarnya tak lebih dari 5 persen dari SHU di akhir tahun. Oleh karena  itu seperti pada fakta nomor dua diatas, plus tidak adanya insentif  bulanan, maka jangan diharap pengurus akan all out mengelola koperasi.  Dengan menggunakan data dari tabel 1, SHU rata-rata per koperasi pegawai  negeri adalah sebesar 13,23 juta, artinya pengurus hanya mendapatkan  imbalan maksimal secara kolektif sebesar 661.522 rupiah selama 1 tahun,  atau per bulannya sebesar 55.126 rupiah saja. Itupun masih dibagi antara  3 sampai 5 orang anggota pengurus. Mungkin uang jajan anak anda sehari  saja sudah lebih besar dari nilai tersebut. Jika anda adalah orang  kebanyakan, wajar saja kiranya anda tidak akan mau mencurahkan energi  terlalu banyak untuk mengurusi koperasi tanpa imbalan yang memadai.
Koperasi pegawai merupakan jenis koperasi yang cukup unik, karena  keberadaannya di lingkungan kantor pemerintah. Bantuan dari kantor  merupakan fakta yang tak bisa dipungkiri, paling tidak bantuan ini  berupa lahan tempat untuk menjalankan usaha. Hal ini tentu saja  berlawanan dengan prinsip dasar koperasi untuk mandiri dengan kekuatan  sendiri. Tergantung dari faktor bantuan ini, tak jarang kantor mampu  melakukan intervensi terhadap manajemen koperasi. Dalam anggaran dasar,  jelas disebutkan bahwa kekuasaan terbesar adalah ditangan rapat anggota.  Oleh karena itu tak jarang para pengurus mengambil jalan pintas ketika  melakukan ekspansi usaha. Keputusan bisnis yang harusnya didasarkan  kepada kalkulasi bisnis secara mandiri, tetapi malah banyak yang  bergantung kepada bantuan dana dari luar, utamanya dari kantor. Tidak  salah dan sangat wajar bila kita menganggap bantuan ini sebagai  pinjaman, tapi keliru bila kita selalu menganggap bantuan dari kantor  sebagai banturan donasi yang sifatnya wajib dan biasa. Ini yang akan  membuat pengurus terlena dan terlalu mudah mengambil keputusan bisnis.  Seperti kata pepatah, easy come, easy go.
Atas dasar fakta diatas itulah penulis memulai tugas sebagai ketua  koperasi. Prinsip pertama yang dijalankan adalah fair play for  everybody. Penulis menganggap semua anggota sama, tidak peduli dia  seorang kepala kantor atau petugas kebersihan. Selama mereka menjadi  anggota koperasi, mereka harus tunduk pada peraturan yang sama. Jika  mereka berhutang, mereka akan ditagih dengan cara yang sama, tidak ada  pengecualian. Aturan pinjaman juga ditegakkan penuh. Tidak akan ada  pinjaman baru sebelum pinjaman lama dilunasi. Hal ini untuk mencegah  terjadinya lagi kredit macet seperti pada periode sebelumnya. Selain itu  memang pada saat awal tersebut, dana liquid yang ada sangat-sangat  terbatas, sehingga harus dipergunakan secara bijak dan fair.
Proses penjadwalan kembali kredit macet ini memakan waktu lebih dari 2  tahun. Pada akhir tahun 2004, ketika penulis mengakhiri tugas sebagai  ketua koperasi. Jumlah kredit macet yang masih tertunggak hanya tersisa  sebesar 13 persen dari jumlah semula dan itupun sedang dalam proses  penjadwalan pembayaran yang rutin. Tapi memang proses tersebut mendapat  tentangan yang kuat dari anggota, karena mereka tidak bisa lagi  menggunakan semua “fasilitas kemudahan” seperti sebelumnya dan penulis  memang tidak mengikuti cara konvesional dan tradisi yang biasa dilakukan  pengurus sebelumnya. Seperti layaknya membuat ombak di laut tenang,  seisi kapal mabuk laut semua. Tampaknya mereka tidak menyadari bahwa itu  semua adalah untuk kebaikan mereka sendiri. Toh bila cash flow koperasi  sehat dan lancar, yang diuntungkan pertama adalah mereka sendiri.
Prinsip selanjutnya yang dilakukan adalah menggunakan sistem  manajemen dengan bantuan teknologi IT terkini, karena jelas penulis  tidak mau menjadi dewa penyelamat dengan mengorbankan diri sendiri.  Dengan latar belakang penulis di bidang ilmu komputer, maka penulis  menciptakan Sistem Manajemen Koperasi Online Berbasis Web. Sistem ini  dibangun dengan menggunakan sistem operasi open source Linux dan bahasa  pemrograman Perl. Dengan bantuan infrastruktur jaringan LAN yang sudah  ada, maka diseminasi informasi melalui intranet kepada anggota maupun  pengawas menjadi jauh lebih mudah daripada sebelumnya. Dengan sistem  ini, baik anggota maupun pengawas mendapat akses informasi penuh dari  semua aspek pengelolaan koperasi. Akses informasi yang biasanya hanya  ekslusif bagi pengurus saja, dan bagi anggota biasanya hanya tersedia  pada akhir tahun saat rapat anggota saja.
Sistem manajemen online ini juga sekaligus memecahkan masalah klasik,  ketidakmampuan koperasi pegawai negeri untuk membayar pegawai yang  jujur tapi handal, karena sistem ini mampu mengerjakan banyak pekerjaan  administratif harian yang berat secara akurat, jujur dan transparan.
Sistem manajemen ini menggunakan prinsip akses security yang  berjenjang untuk pengurus, pengawas dan anggota. Hal ini wajar karena  sifat akses pengurus tentu lebih kompleks daripada pengawas maupun  anggota. Pengurus harus bertanggung jawab terhadap pengelolaan harian  bisnis koperasi. Tetapi sifat akses yang berbeda ini tidak menghalangi  hak anggota untuk mengetahui cash flow koperasi. Hal yang radikal yang  penulis lakukan adalah membuat buku kas online dan bisa diakses secara  realtime oleh semua anggota. Hal ini yang membuat tidak ada ruang baik  bagi pengurus, pegawai maupun manajer untuk berbuat curang dan tidak  terhormat.
Secara singkat sistem manajemen ini meliputi :
1. Database anggota
2. Database simpanan anggota
3. Database stock barang unit toko
4. Database penjualan unit toko
5. Database unit pinjaman
6. Buku kas online
Masing-masing database ini saling terkait untuk saling menunjang  fungsi masing-masing. Paragrap berikut ini akan menjelaskan fungsi dari  masing-masing sistem database penunjang tersebut.
1. Database anggota
Tentu saja database ini merupakan hal wajib karena semua database  lainnya sudah pasti akan menggunakan database dasar ini. Di dalam  database ini setiap anggota didefinisikan aksesnya masing-masing apakah  anggota saja, pengurus, pengawas, manajer dan seterunya. Juga dicatat  data dasar pribadi lainnya seperti tanggal masuk sebagai anggota  koperasi dan sebagainya.
2. Database simpanan anggota
Sumber pemodalan utama koperasi adalah simpanan anggota. Simpanan yang  disetorkan oleh anggota setiap bulannya tentu harus dicatat dengan rapi,  karena pada akhir tahun nanti besarnya besaran SHU yang akan diterima  oleh anggota akan juga berdasarkan besarnya simpanan atau porsi modal  yang mereka miliki di koperasi. Database ini harus dimaintain secara  akurat, seperti misalnya anggota mana saja yang masih menunggak  simpanan, siapa saja yang rajin membayar simpanan, dsb.
3. Database stock barang unit toko
Ini mirip dengan stock inventory control. Barang-barang yang dijual di  unit toko tentu harus dicatat secara akurat berikut tanggal pembelian  terakhir dan tanggal penjualan terakhir. Data ini akan sangat berguna  untuk menentukan volume pembelian selanjutnya, berikut jenis barang yang  perlu mendapatkan prioritas.
4. Database penjualan unit toko
Database penjualan dengan database stock barang menjadi dua unit yang  tidak bisa dipisahkan. Untuk makin meningkatkan keakuratan sistem  penjualan, penulis mengimplementasikan bar-coded system. Stock barang  ditempeli dengan barcode, kartu anggota juga menggunakan barcode,  sehingga ketika proses penjualan berlangsung, pegawai toko cukup  men-scan kedua barcode dengan mengunakan barcode reader, kemudian  datanya otomatis disimpan dalam database penjualan. Sistem penjualan  yang dilengkapi dengan barcode reader akan sangat membantu proses  identifikasi dan perhitungan penjualan harian secara cepat dan sangat  akurat. Sistem ini diintegrasikan dengan database stock barang, sehingga  ketika 1 unit barang terjual di unit toko, secara otomatis database  stock barang akan otomatis menyesuaikan jumlahnya. Dengan cara ini,  kehilangan barang di unit toko dapat dideteksi secara dini dan akurat.  Selain itu, setoran harian unit toko tercatat secara akurat dan dapat  di-trace balik siapa saja dan barang apa saja yang terlibat dalam  transaksi pada hari tersebut. Anggota disisi lain bisa mengakses data  pembeliannya, sehingga bila perlu anggota mampu mengkoreksi bila ada  transaksi palsu atas namanya. Artinya selalu ada check and recheck  antara pengurus dan anggota. Sekarang bandingkan dengan sistem penjualan  tradisional yang kebanyakan masih diadopsi oleh koperasi pegawai.  Karena tidak mampu membeli cash register yang umum digunakan di  minimarket komersial, maka biasanya pegawai koperasi hanya mencatat  penjualan dalam buku jurnal harian. Tentu cara ini rentan terhadap  kekeliruan, baik disengaja maupun tidak disengaja. Untuk unit toko kecil  yang dimiliki koperasi penulis saja, jumlah barangnya sudah melebihi  300 macam, belum lagi cara pembelian secara tunai atau kredit oleh  anggota yang harus dicatat secara akurat, bila tidak akurat bisa-bisa  rugi yang didapat. Penulis yakin dengan cara seperti ini, tidak mungkin  setoran harian toko bisa dilaporkan setiap harinya secara akurat,  lengkap dengan analisa stock yang terjual pada hari tersebut. Pegawai  toko sudah cukup lelah untuk melakukan perhitungan ini pada sore harinya  dan para pengurus juga tidak mau repot untuk mengecek laporan pegawai  toko apakah memang betul-betul akurat dan bisa dipertanggungjawabkan.  Menurut penulis unit toko ini yang paling rentan terhadap kecurangan  yang dilakukan oleh berbagai pihak, baik pengurus, pegawai maupun  anggota.
5. Database unit pinjaman
Salah satu hal yang patut menjadi pertimbangan ketika seorang anggota  mengajukan pinjaman adalah credit history anggota tersebut. Yang paling  utama diketahui adalah apakah anggota tersebut masih memiliki tunggakan  cicilan, dan kemudian hal lainnya adalah seberapa bagus credit  performance nya dimasa lalu. Kedua hal ini tentu tidak sekompleks  masalah di unit toko. Tidak perlu menggunakan sistem IT yang canggih pun  hal ini sudah bisa diselesaikan dengan mudah, asalkan data pinjaman  betul-betul dipelihara secara kontinyu. Namun dengan sistem database  unit pinjaman ini, metoda peminjaman melakukan terobosan baru, semua  proses betul-betul dilakukan online, paperless dan tanpa memerlukan  kontak langsung. Maksudnya adalah anggota yang berminat untuk melakukan  peminjaman cukup mengisi formulir pinjaman online melalui intranet.  Begitu formulir dikirimkan ke pengurus, ketua koperasi yang memiliki  otoritas penuh untuk menyetujui pinjaman, akan menerima formulir  tersebut secara elektronik, lengkap dengan credit history anggota  tersebut yang diakses dari database. Sehingga dalam hal ini, ketua  betul-betul mendapatkan feedback data yang cukup untuk melakukan  keputusan. Selanjutnya ketua melakukan keputusan apakah setuju atau  tidak yang kemudian akan dikirimkan balik kepada anggota tersebut secara  elektronik pula, plus sinyal lampu hijau yang otomatis dikirimkan pula  kepada bendahara supaya memberikan pinjaman sesuai jumlah yang  disetujui. Ini semacam disposisi dari ketua kepada bendaharan, cuma  dilakukan secara elektronik melalui intranet. Dengan cara ini, ketua  tidak perlu melakukan kontak apapun dengan anggota, dan anggota yang  pinjamannya disetujui dapat langsung menemui bendahara koperasi untuk  mencairkan pinjamannya. Cara ini sangat praktis, hemat waktu, akurat dan  meminimalkan kontak pribadi yang cenderung akan berpengaruh terhadap  proses penilaian kredit secara fair.
6. Buku kas online
Seperti yang penulis ungkapkan dalam paragrap sebelumnya, buku kas  online adalah hal yang paling radikal dilakukan untuk membuat sistem  yang betul-betul transparan dan jujur. Semua pemasukan dan pengeluaran  dicatat secara rinci secara elektronik di buku kas online, dan semuanya  bisa diakses melalui intranet oleh baik pengurus, pengawas dan anggota  setiap saat. Hal ini termasuk pinjaman kepada anggota, setoran harian  toko, pembelian stock, dan semua aspek pengelolaan keuangan lainnya.  Tidak ada yang disembunyikan. Tentunya dengan buku kas online ini  anggota bisa ikut terlibat untuk mengamati kinerja koperasi, termasuk  mengerti situasi keuangan koperasi ketika pinjamannya ditolak karena  memang cash flow koperasi sedang dalam titik nadir minimum misalnya.  Sistem buku kas online juga memudahkan pengawas untuk melakukan tugasnya  secara efektif, tidak cuma menunggu untuk mengawasi kinerja pengurus  sampai semuanya terlambat pada akhir tahun saat rapat anggota tahunan.
Singkatnya sistem manajemen koperasi online ini berperan penuh sebagai  manajer harian yang sangat membantu pengurus koperasi yang memiliki  waktu sangat terbatas untuk dapat tetap menjalankan amanatnya sebagai  pengelola koperasi. Sistem ini sudah diimplementasikan secara penuh di  Koperasi Pegawai Pusat Penelitian Fisika – LIPI di Puspiptek Serpong  selama hampir 2 tahun. Dan sistem ini terbukti sudah meningkatkan  kinerja koperasi secara keseluruhan. Tabel berikut menunjukkan  efektivitas dari sistem tersebut.
Tabel 2. Perbandingan kinerja koperasi sebelum dan sesudah implementasi sistem manajemen koperasi online.
2003 (sebelum) 2004 (sesudah)
Unit toko
Volume 82.136.177,- 44.754.233,-
laba bruto   2.923.959,- 5.087.663,-
Persentase  3,55 11,37
Unit fotocopy
Volume  17.542.400,- 15.957.915,-
Laba bruto  3.574.555,- 1.917.715,-
Persentase  20,38 12,01
Unit pinjaman
Volume  8.859.185,- 23.172.500,-
Laba bruto 2.259.935,- 4.313.315,-
Persentase  25,51 18,61
Unit lain
Volume  18.000.000,- -
Laba bruto 6.723.570,- -
Persentase  37,35 -
Jasa kwitansi 2.671.961,- 2.083.750,-
Jasa bank 87.518,- 246.188,-
SHU total  10.890.038,- 8.839.771,-
Tahun 2003 SHU terdongkrak karena saat itu koperasi masih memiliki unit  air minum isi ulang, yang kemudian dilepas pada tahun berikutnya  berdasarkan keputusan rapat anggota. Walaupun unit bisnis yang terlibat  pada tahun 2004 hanya unit-unit tradisional seperti unit toko, unit  fotocopy dan unit pinjaman, tapi mampu menghasilkan keuntungan yang  maksimal, melebihi tahun sebelumnya. Seperti misalnya di unit toko, pada  tahun 2003 volume transaksi adalah sebesar 89 juta, tapi laba yang  berhasil dibukukan hanya sebesar 2,5 juta, artinya hanya sebesar kurang  dari 3,56 persen saja. Sedangkan pada tahun 2004, dengan bantuan sistem  barcode dan database stock, maka volume transaksi memang menurun menjadi  hanya sebesar 44,7 juta tapi laba yang dibukukan meningkat pesat  menjadi lebih dari 5 juta atau sekitar 11,37 persen dari volume  transaksi. Artinya kita bisa simpulkan bahwa sebelum menggunakan sistem  TI yang memadai di unit toko, terjadi potensi kebocoran dan kehilangan  lebih dari 64 persen. Persentase kebocoran yang luar biasa bukan ?!  Selain itu tanpa bantuan sistem IT yang memadai, sangat sulit untuk  mengetahui apakah data yang tercatat cukup akurat atau tidak, seperti  misalnya data unit pinjaman pada tahun 2003 dengan volume transaksi  hanya 8.8 juta, tapi tercatat mampu mengumpulkan laba bruto sebesar 2,2  juta atau sekitar 25 persen. Bandingkan dengan data tahun 2004, dimana  persentase laba unit pinjaman adalah sebesar 18,61 persen. Dengan bunga  maksimal hanya rata-rata sebesar 10 persen tentunya data tahun 2004  lebih mendekati kebenaran. Secara total SHU yang dibukukan tahun 2004  hampir menyamai tahun 2003 walau dengan unit bisnis yang lebih sedikit.
Alhasil karena semua database sudah berupa data digital, maka proses  perhitungan SHU di akhir tahun menjadi sangat mudah dan cepat. Memang  masih belum sepenuhnya otomatis, namun dalam jangka waktu beberapa jam  saja, penulis sudah mampu menampilkan hasil perhitungan SHU secara  online yang bisa diakses oleh semua anggota the next day setelah tutup  buku tahunan, yaitu pada tanggal 1 Januari 2005. Tidak perlu menunggu  sampai berminggu-minggu atau berbulan-bulan untuk melakukan perhitungan  neraca rugi laba dan SHU.
sumber :http://kapasktb.wordpress.com/2008/10/19/mengelola-koperasi/#more-6
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Mengenai Saya
 
- Dani_Hermawan
- aku tidak bisa menilai diriku sendiri seperti apa... biar lah orang lain yang menilai aku apa kata mereka . yang pasti aku orngnya baik,tidak neko-neko, mau bergaul dengan siapapun tanpa mengotak2kan golongan ,ras,status dan lain-lain
| Pengikut | 
 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar